Belajar di Kampus untuk Masa Depan Kampung
Rabu, 5 Februari 2020 12:39 WIBKampus dan sekolah-sekolah adalah sebuah wadah yang diamana disiapkan bangku dan meja, serta perlengkapan menulis dan membaca, atau bisa dikatakan juga tempat untuk menuntut ilmu. Metode belajar yang diterapkan Indonesia dengan konsep menulis, membaca dan menghafal. Konsep itu dipake pada kurikulum Pendidikan di Indonesia, barometer kercerdasan mahasiswa dan siswa diukur pada keaktifan membaca dan menghafal. Sedangkan Pendidikan bebas berekpresi tidak diterapkan diruang lingkup kampus hari ini.
Menuntut ilmu adalah kewajiban bagi setiap generasi bangsa, bahwa pendidikan sebagai alat untuk mencampai ilmu pengetahuan. Pendidikan secara hakikat adalah mencerdaskan kehidupan berbangsa dan bernegara, dengan itu bahwa pendindikan lahir atas dasar keterpurukan dan kebodohan, sehingga kewajiban negara menyiapkan wadah yang menampung generasi yang mau belajar agar terhindar dari penyakit kebodohan itu.
Kampus dan sekolah-sekolah adalah sebuah wadah yang diamana disiapkan bangku dan meja, serta perlengkapan menulis dan membaca, atau bisa dikatakan juga tempat untuk menuntut ilmu. Metode belajar yang diterapkan Indonesia dengan konsep menulis, membaca dan menghafal. Konsep itu dipakai pada kurikulum Pendidikan di Indonesia, barometer kercerdasan mahasiswa dan siswa diukur pada keaktifan membaca dan menghafal.
Sedangkan Pendidikan bebas berekpresi tidak diterapkan diruang lingkup kampus hari ini. Bahwa kebebasan berekpresi adalah sebuah langkah yang kongkrit untuk mengasah kemampuan generasi tergantung pada keahlian mereka yang miliki. Pendidikan yang anut oleh Indonesia saat ini adalah Pendidikan alah Bank kampus sebagai kartu kerdit kemudian mahasiswa deposit , siswa sebagai objek kemudian guru sebagai subjek. Jadi tidak system timbal balik, guru saja yang bebas berekspresi sedangkan siswa membatasi ruang gerak untuk berekspresi.
Pada latar belakang diatas sedikit saya menyentuh konsep Pendidikan dengan realitas yang kita alami saat ini, saya sedikit memberikan konsep Pendidikan yang diterapkan oleh Paulo Freire dalam bukunya Pendidikan kaum tertindas bahwa Paulo Freire menciptakan pendididikan yang baru dinamakan pendididikan “problem-posing education” “Pendidikan hadap masalah” bahwa konsientasi murid dan guru sama-sama subyek dan disatukan dalam obyek yang sama. Yang artinya bahwa guru belajar dari murid dan murid belajar dari guru. Guru menjadi rekan murid yang melibatkan diri dan merangsang daya pemikiran yang kritis para murid. Dengan demikian kedua belah pihak Bersama-sama mengembangkan kemampuan untuk mengerti secara kritis dirinya sendiri dan dunia tempat mereka berada.
Kita kembali dari topik diatas bahwa belajar dikampus untuk masa depan kampung, bahwa topik ini sangat menarik kita kaji dan menganalisis lebih dalam lagi. Bahwa antithesis kampus dan kampung, adalah sebuah Lembaga yang berbeda dan mempunyai sistem berbeda pula. Bahwa kampus hanya berbicara pada ruang lingkup administrasi kemahasiswaan dan birokrasi kampus sedangkan kampung berbicara persoalan masyarakat dan system pemerintahan desa. Wilaya administratif juga berbeda. Tapi pemabahasan ini bukan menyentuh pada wilaya itu, tapi point penting yang dibahas dalam tulisan ini adalah bagaimana tanggung jawab kaum intelektual untuk menata masa depan kampung!
Intelektual mempunyai tanggung jawab besar terhadap pengembangan desa, pembangunan desa tidak lepas dari tanggung jawab pemerintah juga. Yang kurang hari ini bahwa pemerintah desa, kurang melibatkan kaum intelektual untuk menata bagaimana desa bisa berkembang. Bukan semata-semata pihak pemerintah hanya memakai konsep yang kuno, tapi yang perlu adalah memakai konsep yang benar-benar di uji dengan ilmu pengetahuan. Sehingga tidak menimbulkan dilema kaum intelektual ketika menginjak kampung halaman, tanggung jawab pemerintah, bukan hanya pada pengembangan infrastruktur dan sumber daya alam, perlu juga berkaca pada pengembangan sumber daya manusia.
Mahasiswa hari ini harus berfikir yang dinamis, membaca keadaan masyarakat, bahwa memanfaatkan ilmu pengetahuan yang kita dapat dalam ruangan kampus, bukan semata-mata untuk mengejar IPK yang tinggi (cumlaude) dengan predikat yang di capai itu hanya berlaku pada selembar ijazah saja. Tapi yang perlu bagaimana kaum intelektual mampu memberikan sesuatu yang bersifat interpretasi (pandangan yang bersifat teoritis) sehingga menghasilkan implementasi (penerapan bersifat praktek) agar bisa mengembangkan SDA dan SDM. Potensi kaum intelektual benar-benar diuji diruang lingkup masyarakat, bukan hanya pada kacamata moralitas saja. Tapi kaum intelektual harus menerapkan pada konsep kreatifitas maupun inovatif sehingga bisa memanfaatkan sumber daya Alam yang ada didesa.
Yogyakarta 5 Februari 2020
Penulis Indonesiana
0 Pengikut
PMM UMM: Gerakan Menanam dengan Memanfaatkan Lahan Kosong sebagai Rumah Pangan Lestari
Kamis, 8 April 2021 07:25 WIBPenjualan Pupuk di Atas HET dan Berpaket Mengonfirmasi Kegagalan IDP-Dahlan
Minggu, 30 Agustus 2020 05:52 WIBBaca Juga
Artikel Terpopuler